Pesawat Garuda 421 mendarat di Klaten Bengawan Solo
Mungkin
kita masih jelas ingat kecelakaan pesawat buatan Rusia ‘Sukhoi Super Jet 100’
di gunung salak pekan lalu. Saya disini tidak mengulas tentang Sukhoi Super Jet
100 tetapi saya akan mengulas kembali tentang kecelakaan pesawat GA-421 pada
tahun 2002 silam.
Pesawat GA-421 berangkat dari Selaparang pada
tanggal 16 Januari 2002, kondisi cuaca sedikit mendung. Cuaca di Bandara
Adisucipto, Yogyakarta, dilaporkan sedikit berawan. Begitupun di rute
perjalanan, berawan. Pesawat GA-421 berangkat dengan membawa 54 penumpang. Pada
waktu pesawat naik menuju ketinggian jelajah 31.000 kaki, di sekitar point
Entas dan Surabaya, terlihat banyak awan. Captain Abdul Rozaq meminta langsung
menuju Lasem, dan dikabulkan oleh Bali Control, yang juga menambahkan apabila
sudah clear of weather, clear direct to BA (Blora). Saat
pesawat menjelang point Lasem, Bali Control meminta pesawat GA-421 untuk segera
meninggalkan ketinggian 31.000 kaki dan turun ke 28.000 kaki karena ada traffic (dari
Jakarta). Instruksi ini dipatuhi oleh awak pesawat.
Menjelang
pesawat akan mulai descend meninggalkan ketinggian 28.000
kaki, terlihat di weather radar banyak gumpalan-gumpalan
awan Cumulunimbus di sekitar BA, Purwo (Purwodadi), dan SOC
(Solo).Namun masih ada sedikit celah di antara awan-awan tersebut. Captain
Abdul Rozaq yang bertindak sebagai pilot flying mengarahkan
pesawat menuju BA (Blora), sesuai dengan instruksi yang diberikan oleh Bali
Control. Lalu pesawat mulai descend ke Fl 190 (19.000 kaki), atas perintah Bali
Control.
Menjelang
ketinggian 19.000 kaki (k.l. 23.000 kaki), Ko-pilot mengadakan kontak dengan
Semarang Approach, dan mendapatclearance continue descend ke 9.000
kaki.
Pada
saat itulah pesawat mulai memasuki awan Cb (Cumulunimbus). Sesaat
kemudian mulai terasa guncangan-guncangan yang disertai hujan. Kemudian
guncangan-guncangan dirasakan semakin kuat dan hujan pun dirasakan semakin
deras dan semakin kencang menerpa kaca depan pesawat. Namun pesawat sudah
dipersiapkan untuk memasuki turbulence (speed 280
knots,engine ignition ke flight, engine anti ice on).
Pesawat
berada di dalam awan kurang lebih lima menit. Tiba-tiba terdengar suara "Blep", dibarengi
hilangnya suara mesin pesawat. Captain berteriak: "Ada apa ini",
sambil menggerakkan thrust lever ke arah depan, namun tidak
ada reaksi dari suara mesin. Bersamaan dengan itu, Ko-pilot
mengidentifikasi engine instrument. Terlihat N1, EGT (Exhaust
Gas Temperature), Fuel Pressure menunjuk angka nol. Ia
lalu memberitahu Captain bahwa terjadi both engine flame out. Captain
memerintahkan Ko-pilot untuk melakukan emergency check list dan
langsung dikerjakan oleh Ko-pilot dengan melakukan memory item,
yaitu menarik start lever ke posisi shut off. Karena
dari awal EGT menunjukkan angka nol, ketika Ko-pilot meletakkan start lever ke
posisi idle detent, tidak ada reaksi apa-apa dari EGT mapun engine
instrument lainnya.
Setelah
menunggu sekitar satu menit tetap tidak ada reaksi dari mesin, Captain
memerintahkan Ko-pilot untuk mengulang memory item. Sambil menunggu reaksi dari
mesin, Ko-pilot mencoba untuk menghidupkan APU. Namun tidak berhasil, malah
keadaan semakin buruk dengan hilangnya sama sekali seluruh parameter (engine
instrument, Captain dan F/O Flight Officer/Ko-pilot flight instrument, radio
komunikasi, passenger address), sehingga sewaktu Ko-pilot
meneriakkan "Mayday, Mayday, Mayday," tidak ada suara
sama sekali. Bersamaan dengan itu pesawat terus menurun hingga mencapai 14.000
kaki dan masih dalam kondisi IMC (Instrument Meteorological Condition atau
masih dalam awan-cuaca buruk).
Pada
saat itu Ko-pilot melihat celah awan. Ia melihat cuaca agak terang di sebelah
selatan, lalu memberitahu Captain untuk mengarah ke sana. Tidak mungkin dalam
keadaan seperti itu untuk mempertahankan ketinggian, karena Grid (kotak)
Mora (Minimum off-route altitude) di sekitar daerah itu adalah 13.500
kaki, dan Captain mengarahkan pesawat ke arah itu sehingga dapat melihat ke
luar. Kemudian Ko-pilot menyarankan untuk terus mengarah ke selatan. Menurut
peta situasi, arah menuju selatan adalah yang paling safe karena
menuju ke arah laut. Perhitungannya, andaikata melakukan pendaratan darurat,
bisa di laut, paling tidak di pantai, jauh dari daerah pegunungan.
Ketika
pesawat pada ketinggian kurang lebih 8.000 kaki, berangsur-angsur cuaca mulai
cerah dan jarak pandang pun semakin baik. Ko-pilot mengenali daerah itu sebagai
kota Klaten. Captain yang diberitahu, lalu mulai mencari daerah untuk melakukan
pendaratan darurat. Ko-pilot berinisiatif memanggil awak kabin lewat PA (Passenger
Address), namun tidak ada yang menyahut. Tiba-tiba Tuhu Wasono memasuki
kokpit. Ia bertanya tentang keadaan pesawat.
Captain
memberitahukan keadaan darurat dan memerintahkan agar seluruh awak pesawat
melakukan persiapan pendaratan darurat. Captain-pun sudah menemukan dan menentukan
akan melakukan pendaratan di sungai yang berada agak sebelah kiri dari track pesawat.
Ko-pilot memberitahu bahwa di sebelah timur kali terdapat sawah yang luas.
Namun Captain berpendapat bahwa akan lebih baik mendarat di sungai daripada di
sawah. Usulan ini diterima oleh Ko-pilot.
Setelah
segala upaya dilakukan untuk menyelamatkan pesawat tidak berhasil, saya merasa
dekat sekali pada kematian ujar sang pilot. Saya sempat berkata pada
Allah: "Ya Allah Dzat yang jiwaku berada di dalam genggamanmu,
apabila Engkau akan memanggilku hari ini, saya ikhlas, saya pasrah, maafkanlah
segala dosa saya, namun apabila ada jalan yang lebih baik dari itu, berilah
kami yang terbaik.".
Setelah
melakukan beberapa manuver untuk menghilangkan ketinggian serta mengarah ke sungai,
sampailah pesawat B737 dengan nomor penerbangan GA-421, mendarat secara darurat
di sungai yang kemudian diketahui bernama sungai anak Bengawan Solo yang
terletak di dusun Serenan, Juwiring, Klaten. Setelah pesawat berhenti di
sungai, segera diadakan evakuasi dibantu oleh penduduk sekitar lokasi. Captain
menghubungi pihak Garuda, memberitahukan keadaan tersebut melalui handphonepribadi
yang memang berfungsi dengan baik. Sementara Ko-pilot membantu awak kabin untuk
mengevakuasi seluruh penumpang.
"Waktu
mendarat (dengan mendongakkan hidungnya ke atas sehingga bagian buntut
menyentuh permukaan air lebih dahulu. Saya merasakan pesawat seperti kena
benda, mungkin batu, Alhamdullilah tidak sekeras impakhard
landing sampai-sampai penumpang tidak merasakan (pendaratan hard
landing). Kemudian terasa sebelah kiri (bawah) terkena batu yang membuat
pesawat membelok ke kanan dimana ada tanggul dan pesawat langsung naik (di
atasnya)," tutur Abdul Rozaq mengenai detik-detik pesawat mendarat dan
berhenti.
Benturan
dengan batu untuk kedua kali itu, membuat sobekan di perut kelas bisnis dimana
seorang penumpang wanita terperosok di dalamnya. "Dari dalam lubang
seperti sumur itu, kami semua membantunya keluar. Karena arusnya deras, jadi
susah mengeluarkan ibu itu dari dalam lubang tersebut. Akhirnya kami berhasil
mengeluarkan ibu itu. Dari peristiwa ini 54 penumpang
selamat dan satu pramugari Santi Anggraeni meninggal karena tersedot arus udara
saat hendak membuka pintu darurat.
3 komentar:
Begitu besar Jasa Mu Pak Rozak&Kru...Begitu pula Alm.Pramugari yng Cekatan. Walau Jiwamu Harus Terkorban..."Anda2 Kru" Orang2 Porvesional...Terlebih Doa Pak Rozak yng begitu Tulus dan pasarah. Sy tak bisa bayangkan Kondisi kala itu. Hanya Haru dan air mata yg bisa meleleh. SA-AT MEMBACA ARTIKEL INI. Trima kasih Penulis.
Begitu besar Jasa Mu Pak Rozak&Kru...Begitu pula Alm.Pramugari yng Cekatan. Walau Jiwamu Harus Terkorban..."Anda2 Kru" Orang2 Porvesional...Terlebih Doa Pak Rozak yng begitu Tulus dan pasarah. Sy tak bisa bayangkan Kondisi kala itu. Hanya Haru dan air mata yg bisa meleleh. SA-AT MEMBACA ARTIKEL INI. Trima kasih Penulis.
saya ucapkan selamat untuk kaptain abdul rozaq..... dari peristiwa ini kita dapat ambil hikmah bahwa tuhanlah penguasa segalanya termasuk hidup ini. dan salut sekali kepada kaptain abdul rozaq sosok orang yang religius, patut kita teladani bersama. for captain abd Razaq, you are a great hero and you are the best.. congratulation
Posting Komentar